Takut membuatku nurut, takut membuatku tersudut. Takut membuatku diam dari keributan. Ketakutan yang akut membuatku melempar jangkar tuk berkoar pada akhirnya. Meronta dan bergerilya. Pemberani, hanyalah manusia penakut yang berusaha keluar dari rasa takut itu sendiri. Membuka tabir biru berselimut kain ungu. Melangkahkan kakinya untuk membuktikan apa sebenarnya yang terjadi?
Keadaan terserang membuatku berang. Keadaan yang menghimpit membuatku gesit. Sesak di dada membuatku mencoba bernapas dengan lugas. Keadaan yang melanda dunia adalah balada. Tidak ada vaksin yang maskulin selain disiplin. Tidak ada obat yang menangkal kecuali inisial. Smua hanya baru rencana dan tak ada yang bisa berbuat selain menerima, termasuk saya. Dunia gempar dan bendera berkibar. Seonggok makhluk kecil yang mungil butuh keadilan. Sepatah jiwa butuh pepatah. Seonggok sosok perlu di pasok. Bagaimana menyikapi ini smua?
Hari bergulir minggupun telah berlalu, bulan tertelan, tahun tidak pula tersusun. Belum ada titik terang yang benderang. Belum ada peneliti yang membuktikan, dunia ini menyeramkan. Ku duduk termenung bersama cahaya redup yang berdegup, dan inilah hidup haruslah sanggup. Apa yang harus ku lakukan? Apapula yang melindungi diri ini sejatinya. Ku bosan dengan keadaan, ku bosan dengan peraturan yang menjamur.
Ku goreskan pena dengan seksama, pecahkan gelap gulita. Malam itu malam yang menyulitkan. Malam itupun malam yang menyesakkan. Duduk salah, tidurpun salah, jalan salah dan apapun salah. Gundah membuatku enyah dari kegundahan itu sendiri.
Ku angkat kaki dan ku goyangkan jemari. Ku coba melempar jurus merumus, dan ku ingin menguak kata-kata peneliti yang sejati. Ku lirik ada boneka penjelma rancana, ku telisik hal kecil yang menyempil. Di balik bidik ku ambil carik. Hidup ini butuh pembaharuan, hidup ini butuh penataan yang lebih sempurna. Ku reka boneka dengan seksama. Ku tutup mulutnya yang imut dengan kain masker berwarna seger, ku pasang pelindung muka yang sudah ku seka. Rambutnya yang terurai ku ikat dengan cermat. Kira-kira seperti itu, yaa seperti itu andai ku keluar dan mulai aktivitas pemberantas. Jaket melekat membuat dia lebih tepat, bertudung payung mendung. Lalu, ku cari sepatu lucu berwarna biru. Eeeh, dia tetap cantik dengan balutan aksesori yang membuatku tersory-sory.
Catatan kecilku yang berjudul ” jangan bengil” membuatku belajar dan terus belajar berdisiplin diri. Memoku yang berisi beberapa point penting terpampang jelas di balik pintu keluar. Ku berharap mataku melirik setiap saat ku lewat dan menutup pintu bila perlu. Cuci tangan, bersihkan ruangan, bersihkan barang-barang yang baru berpulang. Masukan baju kotor dalam mesin cuci dengan rapi. Lalu mandi, sikat gigi berkumur dengan teratur. Masuk kamar tidur dan bebaaaaas. Pikirkan makan! Masak sendiri jangan slalu beli. Berpikir itu butuh tenaga, kerja itu butuh tenaga, segala hal butuh tenaga. Jangan sia2kan energimu, lakukan yang mesti kau lakukan dan buang apa itu pecundang. Itulah sekilas coretan pengorek dan catatat pengingatku. Ku tau, manusia itu pelupa termasuk siapapun itu. Catatan kecil membuatku sedikit adil dan tidak merasa kerdil.
Ruang tidur adalah singgasanaku yang bijaksana. Ruang tidur adalah oksigenku yang paten. Dan ruangan inipun tempat ku menganyam dan mengenyam berbagai masalah dalam hidup ini. Ruangan ini yang membawaku berani dengan madani. Ruangan ini sebagai rutinitasku menulis dan terus menulis. Ruang ini tidaklah cukup lebar, tapi cukup menawarkan berbagai problema hidup. Ruangan ini membawaku dari hal yang mendasar. Semua ide lahir di sini, smua rasa banyak di sini. Ruangan ini membawaku ke dunia yang sebelumnya tak pernah ku sambangi. Ruangan inipun pengasah jiwa penata diapragma. Ruangan ini cukup membawa ku bahagia. Ruangan ini, tempat ku bermimpi indah yang terwadah.