Ku berpikir di ujung sana ada sebuah mungkin. Ku berpikir di luar sana banyak wajah tanpa dosa. Menutup separuh mukanya tuk berdinamika. Mempertahankan hidupnya hanya demi menjaga populasinya. Yaaa, ku kira akan ada krisis oksigen dan antigen. Ku pikir di bumi menyerupai astronot yang berknock. Bergerilya berperang dengan apa yang tak bisa di pandang.
Waah,..bedebahku terlalu menjerapah. Pikiranku terlalu mengukir kekhawatiran. Menelisik hal-hal yang kurang asyik dan klasik. Mataku tegas menerabas, mengupas dan terus membahas. Tidaklah ku merugi mengkaji hal-hal yang mungkin saja terjadi. Berita yang membuatku sedikit menghilangkan gelora kegilaanku. Ku tepis dan ku tangkis dengan sebungkus bingkisan manis sang pelukis. Adalah harapan indahku di tengah wabah. Harapan indahku di tengah gundah gulananya jiwa. Smua ini membuatku jera dalam piara. Membuatku maskulin dengan disiplin adrenalin. Ku merasa selangkah hidupku akan tertumpu. Ku merasa selangkah hidupku akan memapah.
Kawan, bencana semakin menggila. Apakah kita akan ikut gila?,…berpikir mungkin itu boleh-boleh saja. Namun, damai ini hanya ada di sini. Yaaa, di sini pada hidup yang di jalani sekarang ini. Hidup yang nyata hanyalah ketika kita merasa ada. Di saat kita merasa terjaga dan mencubitnya dengan menyipit. Nanti, besok dan lusa adalah tanda tanya. Yang mesti kita perbuat sekarang dan kini, adalah semangat yang tetap menyengat. Tetap nyala walaupun gelap gulita. Gulita tak akan berasa, ketika kau tak pernah merasa nikmatnya khusuk dalam pejamnya mata. Dan terang adalah anugrah yang benderang.
Dengan demikian, jagalah sehatmu. Jagalah apapapun mengenaimu. Tentang kuatnya jiwa dan sehatnya raga. Aktifnya pikiran demi pikiran ini. Melingkar, memahami bersemayam dalam piagam. Jalan pikiran akan mengukir, tetap nyala dalam nyata. Pikiranmu yang akan membuatmu sehat dalam kuat. Pikiranmu yang akan menyetir kemanapun kau akan berparkir.
Kawan, ini jalan terberat yang kita babat. Jalan tersusah yang kita asah. Jurang menganga, tanjakan merangkak. Tongkat mendongkrak, jalanpun licin dan bercincin. Kita hanya menunggu satu komando, kita hanya berjalan satu arah. Sedangkan untuk memilih bathin ini terlalu prihatin. Jengah lengah terperangah tetaplah melangkah. Hidup ini perjuangan kawan, majulah. Hidup ini bertahan kawan, kuatkanlah,…
Suatu saat matahari kan bersinar seperti senar. Suatu hari hujanpun akan merintik pada titiknya. Angin kan berhembus dengan caranya. Alam akan berpaham, bahwa kita manusia kan ingat pada hakikatnya. Kita manusia, kan sadar dengan kekurangannya. Kita manusia, kan cepat mengerti apa yang dia ajari. Bahwa, kami tak layak merusakmu wahai alam yang rupawan.
Hai, tumbuhan! yang kaya akan oksigen. Kami tak akan menebangmu tanpa alasan yang tak jelas. Hai, air yang mengalir! kami kan menggunakanmu sebaik mungkin. Ku tau, tanpamu kami tak akan bisa hidup. Dan semua makhluk se isi alam sekalipun. Hai, apapun yang ada di alam ini. Kami kan saling mengerti satu sama yang lainnya. Cepatlah baik alamku, cepatlah,..kami paham yang kau maksud. Kami paham,…dan kami memahaminya….
Dan ketika kami tak ada di alam ini. Mungkin, tulisan inipun hanya akan menjadi saksi bisu keadaan di abad ini. Dan mungkin hanya akan menjelaskannya apa yang sebenarnya terjadi. Bahwa, betapa dahsyatnya bencana di musim ini. Aku menunggu baikmu alamku. Aku menunggumu,…
Hai alam! Berdamailah kita lagi. Seperti, yang pernah kita lakukan sewaktu dulu. Bercengkrama seiring sejalan. Ku tertawa riang gembira. Di atas dendangnya suara gendang yang menggadang. Ku merindu segala hal keelokanmu. Sungguh ku merindu,….
Kembalilah alamku,..kembalilah,…